Kamis, 18 Februari 2010

ASKEP ATRESIA ANI PRE OPERASI

1. DEFINISI

Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.

Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.

Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.

Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.

2.ETIOLOGI

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.

Faktor predisposisi

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :

  1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).

  2. Kelainan sistem pencernaan.

  3. Kelainan sistem pekemihan.

  4. Kelainan tulang belakang.

Untuk lebih memperjelas, Atresia juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

3. KLASIFIKASI

Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :

  1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna.

Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.

2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :

  • Anomali rendah

Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius

  • Anomali intermediet

Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.

  • Anomali tinggi

Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.

Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara <>

Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara.

4. PATOFISIOLOGI

Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.

Terdapat tiga macam letak:

Ø Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital

Ø Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya

Ø Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius

5. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal,adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996). Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

                  • Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

                  • Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
                  • Ultrasound terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
  • CT scan

Digunakan untuk menentukan lesi.


  • Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
  • Pemeriksaan fisik Rektum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
  • Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

7. PENATALAKSAAN

  • Penatalaksanaan Medis

  • Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.

  • Colostomi sementara

  • Penatalaksanaan Keperawatan


8. PENGKAJIAN

Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi :
          • Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.
  • Pola nutrisi-metabolikAnoreksia,

penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.

  • Pola Eliminasi

Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong,1996).

    • Pola Aktivitas dan Latihan

dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.

    • Pola Persepsi Kognitif

Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.

    • Pola tidur dan istirahat

Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.
    • Konsep diri dan persepsi diri

Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi (Doenges,1993).

          • Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges,1993).
          • Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi (Doenges,1993).
Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah (Doenges,1993).
Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana,1998).
Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (Whaley & Wong,1996).
9. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi

1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

  1. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.

  2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anoreksia

  3. Gangguan integrasi kulit berhubungan dengan kolostomi

  4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan

  5. Gangguan Citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi

  6. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.

  7. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan dirumah

Intervensi

Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion

Tujuan : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.

Kriteria Hasil :

  • Penurunan distensi abdomen.

  • Meningkatnya kenyamanan.

Intervensi :

1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order

R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.

2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam

R/ Meyakinkan berfungsinya usus

3. Ukur lingkar abdomen

R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi



Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah

Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

Kriteria Hasil :

  • Output urin 1-2 ml/kg/jam

  • Capillary refill 3-5 detik

  • Turgor kulit baik

  • Membrane mukosa lembab

Intervensi :

1. Monitor intake – output cairan

R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien

2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV

R/ Mencegah dehidrasi

3. Pantau TTV

R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi

Dx.3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anoreksia

Tujuan yang diharapkan adalah kebutuhan nurtisi tubuh tercukupi.

Kriteria hasil :

  • menunjukkan peningkatan BB,

  • nilai laboratorium normal,

  • bebas tanda mal nutrisi.


Intervensi :

  1. Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan.

R/ mengetahui intake dan output

  1. Kaji kesukaan makanan anak.

R/ untuk tindakan keperawatan selanjutnya dalam pemberian nutrisi

  1. Beri makan sedikit tapi sering.

R/ untuk menjaga keseimbangan nutrisi tetap ada

  1. Pantau berat badan secara periodik.

R/ mengetahui perkembangan BB klien

  1. Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk anak untuk makan.

R/ untuk pemenuhan nutrisi

  1. Beri perawatan mulut sebelum makan.

R/ mulut klien tetap sehat

  1. Berikan isirahat yang adekuat.

R/ menjaga agar badan tetap Fit

  1. Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan kalori sesuai program diit.

R/ Kalori dalam tubuh tetap terpenuhi

Dx 4 Gangguan integrasi kulit berhubungan dengan kolostomi

Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi gangguan integritas kulit.

kriteria hasil :

  • penyembuhan luka tepat waktu.

  • tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti.

Intervensi :

  1. Kaji area stoma.

R/ untuk mengetahui keadaan sebenarnya.

  1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area stoma

R/ Agar daerah stoma tidak lembab.

  1. Sebelum terpasang colostomy bag ukur dulu sesuai dengan stoma.

R/ menjaga keseimbangan

  1. Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar sekitar 1/8 dari ukuran stoma.

R/ kantong tidak mudah lepas

  1. Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.

R/ memberikan rasa kenyamanan pada klien

Dx.5 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan

Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi infeksi.

kriteria hasil :

  • tidak ada tanda – tanda infeksi.

  • TTV normal.

  • lekosit normal.

Intervensi :

  1. Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis atau perawatan.

R/ langkah pertama mencegah infeksi

  1. Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.

R/ untuk pencegahan lebih dini

  1. Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.

R/ mengetahui keadaan umum klien

  1. Pantau dan batasi pengunjung , beri isolasi jika memungkinkan.

R/ untuk keamanan klien selama masa parawatan

  1. Beri antibiotik sesuai advis dokter.

R/ mencegah adanya bakteri di dalam tubuh

Dx 6 Gangguan Citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi

Tujuan yang diharapkan adalah pasien mau menerima kondisi dirinya sekarang.

kriteria hasil :

  • pasien mentatakan menerima perubahan ke dalam konsep diri tanpa harga diri rendah.

  • menunjukkan penerimaan dengan merawat stoma tersebut.

  • menyatakan perasaannya tentang stoma.

Intervensi :

  1. Kaji persepsi pasien tentang stoma.

R/ mengetahui pendapat klien tentang penyakitnya

  1. Motivasi pasien untuk megungkapkan perasaannya.

R/ klien akan lebih merasa nyaman jika masalahnya diungkapkan

  1. Kaji ulang tentang alasan pembedahan.

R/ mengetahui alasan klien

  1. Observasi perilaku pasien.

R/ lebih mengetahui sikap klien

  1. Berikan kesempatan pada pasien untuk merawat stomanya.

R/ motivasi klien bisa merawat stomanya sendiri

  1. Hindari menyinggung perasaan pasien atau pertahankan hubungan positif.

R/ mempertahankan hubungan saling percaya


Dx 7 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.

Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang

Kriteria Hasil :

  • Klien tidak lemas

Intervensi :

1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar

R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien

2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua

R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan

3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi

R/ Membantu mengurangi kecemasan klien

Dx 8 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan dirumah

Tujuan yang diharapkan adalah pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah.

kriteria hasil :

  • keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawata untuk bayi di rumah.

Intervensi :

  1. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka dapat melakukan perawatan.

R/ keluarga bisa merawat klien jika dirumah nanti

  1. Ajarkan untuk mengenal tanda – tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.

R/ agar keluarga tetap waspada dan melaporkan tanda & gejala kpd perawat

  1. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi pada anal secara tepat.

R/ keluarga lebih memahami ttg pengurusan bayi

  1. Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.

R/ menghindari infeksi yang ada

  1. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.

R/ klien lebih mandiri

  1. Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat)

R/ tubuh tidak kehilangan serat

Rabu, 17 Februari 2010

MAKALAH HEPATITIS


BAB I

PENDAHULUAN


Hati adalah salah satu organ yang paling penting. Organ ini berperan sebagai gudang untuk menimbun gula, lemak, vitamin dan gizi. Memerangi racun dalam tubuh seperti alkohol, menyaring produk-produk yang tidak berguna lagi dari darah dan bertindak sebagai semacam pengaruh bagian tubuh yang menjamin terjadinya keseimbangan zat-zat kimia dalam sistem itu.

Salah satu penyakit yang menyerang hati adalah penyakit hapatitis. Istilah ” Hepatitis ” dipakai untuk semua jenis peradangan hati (liver) disebabkan mulai dari virus atau obat-obatan. Virus yang menyebabkan penyakit ini berada dalam cairan tubuh manusia yang sewaktu-waktu bisa ditularkan keorang lain. Beberapa jenis virus hepatitis yang diketahui diantaranya adalah : Hepatitis A, Hepatitis B, Hepatitis C, Hepatitis D, Hepatitis F, dan Hepatitis G. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa akut (Hepatitis A), bisa kronik (Hepatitis B & Hepatitis C) dan bisa juga kemungkinan menjadi kanker hati (Hepatitis B).

Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan.

Untuk mendeteksi adanya penyakit hepatitis perlu dilakukan serangkaian tes fungsi hati dan sifatnya enzimatik (menguji kadar enzim), yaitu :

  1. Enzim yang berkaitan dengan kerusakan hati antara lain SGOT, SGPT, GLDH, LDH.

  2. Enzim yang berhubungan dengan adanya penanda adanya sumbatan pada kantung empedu, yaitu gamma GT dan alkali phosfatase.

  3. Enzim yang berhubungan dengan kapasitas sintesis hati, yaitu kolinesterase.

Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan serologi (sel), yaitu : HbsAg, HbeAg, anti Hbe dan anti HBv DNA.

Jika serangkaian tes menandakan adanya gangguan hati dan diagnosa menunjukan adanya hepatitis.





BAB II

PEMBAHASAN


    1. Deskripsi penyakit

  1. Hepatitis A

Hepatitis A adalah jenis peradangan hati yang disebabakan oleh suatu virus RNA dari famili enterovirus. Masa inkubasi penyakit ini adalah 30 hari. Penularannya dapat melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi feses pasiaen. Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan pertama sedangkan untuk kekebalan yang panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa kali. Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan resiko tinggi tertular hepatitis A.

Sering kali infeksi hepatitis A pada anak tidak menimbulkan gejala sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning, dan hilangnya nafsu makan.

B. Hepatitis B

Hepatitis B adalah salah satu peradangan hati yang disebabkan oleh suatu virus hepatitis B. Hepatitis B muncul dalam darah dan menyebar melalui kontak dalam darah, air mani dan cairan vagina yang terinfeksi atau penggunaan bersama jarum obat. Hepatitis B merupakan penyakit yang dapat berjalan akut maupun kronik. Sebagian penderita hepatitis B akan sembuh secara sempurna dan mempunyai kekebalan seumur hidup, tapi sebagian lagi gagal memperoleh kekebalan. Virus hepatitis B dengan komponen antigen permukaan (HbsAg). Diameter 42 nm, dengan ” core ” 4 nm. ” coat virion ” merupakan ” surface antigen ” atau HbsAg ”. Suface antigen biasanya diproduksi berlebihan sehingga dijumpai dalam darah penderita. Pada hepatitis agresif, hati mengalami peradangan kronik, fibrotik dan mengecil dan dapat menjurus. Gejalanya meliputi penyakit kuning, lemah, rasa sakit pada perut dan muntah.





C. Hepatitis C

Hepatitis C adalah penyakit hati yang menular melalui darah yang disebabkan oleh virus hepatitis C (VHC). VHC menginfeksi hati menggunakan mesin geneti dalam sel untuk menduplikasi virus hepatitis C yang akan menginfeksi sel-sel lainnya sehingga menyebabkan radang dan kerusakan hati, kanker hati bahkan kematian dikarenakan sampai saat ini tidak adanya vaksin hepatitis C. Infeksi hepatitis C disebut juga sebagai infeksi terselubung. Hal ini karena infeksi dini VHC bisa jadi tidak bergejala atau bergejala ringan atau tidak khas. Hepatitis C ditularkan melalui kontak seksual, penggunaan obat-obatan dengan jarum, pemakaian pisau cukur atau sikat gigi secara bersama.

Penularan VHC terutama parenteral. Umumnya terjadi setelah mendadak kontak darah, seperti transfusi darah atau produk darah lainnya. Selain itu virus ini juga dapat menular melalui cairan kelamin (saat hubungan seksual) dan ASI dari ibu pengidap hepatitis C ke bayinya.

Gejala hepetitis C mirip dengan infeksi hepatitis B. Masa inkubasi berkisar antara 15-150 hari dengan rata-rata 8 minggu. Keluhan dan gejala yang ada antara lain kuning, air seni berwarna gelap,mual, muntah, kembung, tidak nafsu makan, rasa lelah, demam, menggigil, sakit kepala, sakit perut, mencret, sakit pada sendi dan otot, serta rasa pegal-pegal.

D . Hepatitis D

Hepatitis D adalah hepatitis D yang disebabkan oleh virus hepatitis D (VHD) atau virus delta, virus ini adalah virus yang unik, yang tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitits D. Penularan melalui hubungn seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif.

E . Hepatitis E

Gejala hepatitis ini mirip dengan hepatitis A, demam, pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut. Penyakit ini akan sembuh dengan sendirinya (self-limited), kecuali bila terjadi pada kehamilan. Penularannya melalui kontaminasi feses.



F . Hepatitis F

Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.

G . Hepatitis G

Gejalanya serupa denga penyakit hepatitis C, sering kali infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan / C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminan ataupun kronik. Penularannya melalui transfusi darah jarum suntik.

    1. Gejala klinis

Dari semua jenis penyakit / tingkatan penyakit hepatitis dapat diketahui bahwa gejala awal yang dirasakan oleh penderita hampir sama diantaranya rasa lelah, demam, diare, mual, muntah, sakit perut, mata kuning, sakit kepala dan hilangnya nafsu makan. Gejala ini dapat muncul sebagai gejala yang ringan atau amat progresif. Kadang-kadang ditemukan penderita yang tanpa gejala.

    1. Diagnosa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala yang dikeluhkan dan pemeriksaan laboratorium khususnya pemeriksaan immunologi mencakup pemeriksaan HbsAg, HbeAg, Anti-Hbe, HbcAg, dan VHB-DNA. Pemeriksaan laboratoriun ini dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu metode STRIP dan ELISA. Yang akan dibahas disini adalah pemeriksaan Hepatitis metode strip.

Tahap pertama tes strip HBsAg adalah suatu rapid test yang secara visual mendeteksi antigen dalam serum, dan membantu dalam mendiagnosa penyakit infeksi hepatitis b. hasil test dapat dibaca secara visual tanpa bantuan alat instrument lain.

Prinsip kerja : sandwich immunoassay untuk mengukur HBsAg dalam serum. Antibodi monoklonal dan poliklonal digunakan untuk mengidentifikasi HBsAgsecara spesifik dengan sensitifitas yang tinggi.

Tahap pertama tes strip HBsAg ini hanya membutuhkan 10-20 menit.

Sensitifitas test ini dapat mencapai 5-10 ng/ml.






Pengumpulan bahan sampel

Untuk serum, ambil darah kedalam kontainer tanpa antikoagulan. Biarkan darah membeku dan pisahkan serum dalam bekuan tersebut. Gunakan serum untuk pemeriksaan. Jika spesimen tidak dapat diperiksa pada pengambilan spesimen, simpan spesimen kedalam freezer/bekukan. Sebelum pemeriksaan, letakan spesimen yang beku tadi dalam ruangan sampai mencapai temperature kamar.

Jangan membekukan atau mencairkan spesimen berulang-ulang.

Prosedur test

Letakan spesimen dan komponen test pada temperature kamar sebelum melakukan pemeriksaan atau test :

  1. masukan test strip sampai batas garis maksimum seperti tertera pada strip kedalam kontainer yang sudah terisi serum penderita selama 10 detik, jangan melampaui tanda batas maksimum.

  2. kemudian angkat strip tersebut dan tunggu selama 10-15 menit.

  3. hasil dapat dibaca dalam 25 menit.

Jangan baca hasil setelah 30 menit

Interpretasi Hasil

  1. NEGATIVE

timbul 1 (satu) pita merah muda didaerah control (C) & tidak ada pita didaerah test (T).

Hasil negative menyatakan tidak terdeteksinya hbsag.

  1. POSITIVE

selain timbul pita merah muda pada daerah control (C),akan muncul 1 (satu) pita merah muda yang nyata didaerah test (T).

Hasil positive menyatakan adanya HBsAg


  1. INVALID

sama sekali tidak muncul warna pita baik pada daerah test (T) maupun kontrol (C). Merupakan indikasi adanya kesalahan prosedur / reagen test yang rusak.

Ganti test dengan alat test yang baru.





MAX C MAX

LINE T



(-) (+) INVALID

Gambar: interprestasi hasil


Penyimpanan dan stabilitas

Penyimpanan strip test pada temperatur normal (4o-30o C). Dan harus dijaga dalam sinar matahari langsung, kelembaban dan panas,jangan dibekukan.

    1. Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan dengan :

  • Memeriksakan diri ke dokter

  • Pemberian obat secara rutin

  • Pemberian vaksin

  • Menjalankan pola hidup sehat

  • Hindari aktifitas berat


BAB III

PENUTUP


    1. Kesimpulan

Hepatitis adalah penyakit yang menyerang hati yang disebabkan oleh virus atau obat-obatan. Penyakit ini dapat menyerang laki-laki maupun perempuan dengan gejala-gejala klinis seperti lelah, demam, mual, muntah, diare, mata kuning, dan lain-lain atau dapat pula penyakit ini timbul tanpa gejala sehingga tidak terdeteksi.

Penyakit hepatitis ini merupakan penyakit yang dapat menular melalui air liur, kontak seksual, transfusi darah, jarum suntik dan alat-alat yang terkontaminasi oleh virus hepatitis. Penyakit ini dapat terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium khususnya pemeriksaan immunologi mencakup pemeriksaan HbsAg, HbeAg, Anti-Hbe, HbcAg, HBv-DNA.

    1. Saran

Dalam hal ini yang perlu kita lakukan untuk mencegah penyakit ini sebaiknya masyarakat lebih menjaga diri dari keterpaparan penyakit ini dan lebih dini untuk memeriksakan diri ke dokter.

Infeksi hepatitis terjadi dengan menyerang salah satu organ paling penting yaitu hati. Untuk mengurangi keterpaparan infeksi hepatitis dapat dilakukan usaha-usaha pengobatan sebagai berikut :

  • Memeriksakan diri ke dokter

  • Pemberian obat secara rutin

  • Pemberian vaksin

  • Menjalankan pola hidup sehat

  • Hindari aktifitas berat

Mudah-mudahan dengan saran yang kami berikan dapat membantu dalam pengurangan jumlah penderita hepatitis di kalangan masyarakat terutama di Indonesia.